Jumat, 06 Agustus 2010

Hanya harapan

Ada air mata lagi. 
Ada banyak hal yang seharusnya kita selesaikan, sebelum memutuskan untuk saling menutup buku. Mungkin aku terlihat terlalu mendramatisir keadaan, tapi keadaannya memang secara nyata demikian. Aku hanya ingin satu waktu menceritakan semuanya, bukan waktu untuk bercakap di telepon tapi waktu untuk bercakap secara langsung. Membiacarakan semuanya di hadapanmu. Ada banyak hal yang ingin kusampaikan, meski di bawah matahari yang begitu terik ataupun derasnya hujan. Aku sama sekali tidak peduli, aku hanya ingin bercerita semuanya, Tentang perasaanku selama berada di sisimu, entah itu sebagai sahabat terbaikmu atau bahkan orang yang paling kamu hindari. 

Kesalahanku adalah tidak berani menegaskan apa yang kumau. Kupikir dengan itu kita menjalani sesuatu dengan tanpa beban, tapi ternyata aku salah.Akhirnya aku akan berada dalam berpuluh-puluh episode cemas ketika kamu mulai menghilang. Bukan salahmu, karena kita bukan apa-apa. Kamu bukan siapa-siapa yang mengharukan aku untuk tau kamu sedang apa dan sedang berada dimana. Aku bukan seseorang yang berhak untuk menguntitmu. Namun, berkali-kali aku sudah berterus terang, aku tidak mau kamu menghilang lagi lalu muncul kemudian seperti tidak ada apa-apa sebelumnya. Itu hanya akan menambah luka yang sudah terlanjur menganga karena perasaan ditelantarkan *owke saya memang sangat mendramatisir. 

***
Ketika aku merasakan hujan yang sejuk dalam perjalananku, aku mendiskusikanmu bersama hujan. Masih sebesar apa rasa cintaku padamu, apakah sama seperti dahulu, apak mulai terkikis seperti hujan mengikis jalan yang kupijak dengan perlahan. Dalam hujan gerimis yang membasahi tanah kering ini perlahan, aku mencari aromamu untuk mengobati rindu yang tak ingin kusampaikan padamu, rindu yang tertahan. Rindu yang harus kusimpan karena aku masih tersesat dalam hutan yang kamu ciptakan untukku, sementara aku menciptakan tanah lapang untukmu, tanah yang dengan mudah bisa kau jelajahi dan paham betul isinya. Sementara aku, aku harus menemui banyak persimpangan di hutanmu. Seperti inikah persembahanmu untukku?

Aku tidak sedang meromantiskan perjalananku denganmu. Tapi aku merasa sangat tidak mengenalamu. Aku terima-terima saja ketika kamu katakan kita dekat. Namun akU tetap merasa asing, bahwa aku sama sekali tidak pernah bisa memahamimu. Yang ingin kukatakan padamu ..

"Bisakah kita bersikap dari nol lagi. Jika kita akhirnya bertemu kembali, berpura-puralah untuk tidak mengenalku. Aku ingin menghapus semuanya tentangmu, lalu hanya menunggu sesuatu mempertemukan kita lagi, dan memulai untuk saling bertanya siapa nama masing-masing."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar