Jumat, 19 Februari 2010

gadis kecil dengan notebook pink

Anak itu masih duduk di bangku sekolah dasar, terlihat jelas dari seragam pramuka yang digunakannya. Saat ak datang ke rumah makan itu, tempatnya masih sepi meski waktu sudah menunjukkan pukul 12.15 waktu orang-orang istirahat makan siang.

Anak itu berkacamata yang lumayan tebal, mengetik dengan cepat dengan notebook warna pink yang tidak henti ditatapnya. Aku menatapnya diam-diam, kukira anak itu sedang mengerakan tugas atau sesuatu yang berhubungan dengan microsoft word, tetapi sepertinya aku salah. Anak itu semangan sekali menekan-nekan tombol keyboard, disertai seloroh seloroh yang terasa lucu mengingat dia sendirian di bangku itu. Kemudian dia berdiri mencari stop kontak, rupanya cadangan energi di notebooknya sudah mulai habis. Setelah itu dia membelakangiku, dan terlihat apa yang sedang dilakukan dengan layar notebooknya.Situs jejaring sosial yang sedang ngetrend di kalangan remaja dan marak diberitakan di televisi karena tindakan kurang baik dari penggunanya, FACEBOOK. Benar, anak itu asyik dengan akun facebooknya, terkadang tersenyum sendiri, tertawa, malah terkesan marah-marah dan menggerutu.


Anak itu hanya sendirian. Tidak ada yang salah, hanya saja aku rikuh. Rasanya anak itu belum saatnya terhanyut dalam arus facebook, tanpa ada orang tua di sisinya. Aku ingat kemarin menyaksikan acara televisi, ada Kak Seto disana. Acara itu berpesan bahwa orang tua senantiasa memantau apa yang dilakukan anaknya, termasuk ketika asyik dengan jejaring sosial bernama Facebook. Mungkin aku hanya terlalu cepat mengambil kesimpukan, mungkin saja anak itu tadi besama orang tuanya, mungkin saja orang tuanya juga punya akun facebook untuk memantau anaknya, mungkin saja anak itu tidak BODOH sehingga tidak terjebak dalam permainan yang mulai kriminal.

Semoga saja anak itu baik-baik saja.

-ree-

ada yang hilang

kemarin seorang kawan bertanya apakah ada yang ingin aku ceritakan padanya..

ini peristiwa langka, setahun ini aku bahkan sudah lupa apakah aku pernah melakukan hal itu. Maksudku, aku tidak pernah bercerita terlalu panjang dengan orang lain. Hanya sekilas saja, dan itu bagiku bukan curahan hati.
Kadang-kadang aku bingung kapan saatnya memulai untuk bercerita, kapan saatnya aku menghentikan cerita teman-teman dan berteriak "Aku ingin cerita" tapi akhirnya aku sadar sendiri, toh aku tidak mengerti apa yang seharusnya kuceritakan. Jadi kubiarkan saja mereka bercerita dan aku hanya bisa bercerita lewat tulisan, bukan manusia yang terkadang bisa memberi komentar.

Kupikir aku harus segera mengubah ini, kupikir aku harus mulai bercerita, entah dengan siapa, dan aku harus segera menemukannya..

curhat

Entah ini kali keberapa saya kehilangan ke-akuan saya. Bingung. Saya merasa dipaksa untuk cepat dewasa dengan apa yang saya jalani sekarang ini. Ya, I’m 17 going to 18 dan sudah menduduki bangku kuliah semester 3, yang menjadikan saya dipanggil ‘adik’ oleh beberapa teman-teman seangkatan.

Tidak menyalahkan siapapun, tetapi saya merasa sangat sering kelelahan dengan semua ini. Saya ingin lebih kosong, tidak dipenuhi pertanyaan bagaimana caranya saya bisa selamat di banyak tempat. Tetap bisa menjadi diri saya walaupun saya harus berkutat dengan banyak jurnal praktikum dan tugas-tugas di tempat lain yang memang menjadi tanggung jawab saya.

Kali saya menulis ini belum memasuki masa perkuliahan. Saya belum bisa memastikan akan seperti apa hidup saya jika sudah mulai kuliah. Padat. Ini satu-satunya gambaran saya. Bisakah saya menghadapinya? Mulut saya mengatakan ‘bisa’ tetapi hati kecil saya perlahan-lahan mengikisnya, saya lupa memperhitungkan satu hal. Jarak. Memakan waktu juga memakan tenaga. Hal yang membuat salah satu rekan saya harus hengkang dari bidang yang amat sanagt dia gemari. Lalu bagaimana dengan saya? Ingin sekali saya mengulang saat-saat pengambilan keputusan agar tidak seperti ini jadinya. Kadang-kadang saya mengira diri saya terlalu rakus dalam mengambil pekerjaan. Mau bilang apa, saya ingin mencari pengalaman.

Satu hal yang akhirnya saya sadari di dalam kehidupan saya. Saya kehilangan waktu bersama keluarga yang tinggalnya jauh dari saya, tepatnya saya yang tinggal jauh dari keluarga. Ya, lagi-lagi jarak. Rute hidup saya adalah Karangasem-Bukit-Denpasar-
Bukit-Denpasar-………………………………-Karangasem. Perlu waktu yang lama untuk bisa kembali ke rumah lagi. Karena tidak ingin lelah dan ujungnya sakit. Tetapi sebenarnya saya sangat ingin berlama-lama di rumah. Saya ingat raut kecewa ibu saya ketika saya hanya bisa tinggal di rumah selama satu minggu sedangkan masa libur saya sangat panjang. Sungguh saya merasa bersalah telah membiarkan raut kecewa itu muncul. Sekarang saya menghitung waktu liburan, kurang dari sebulan dan saya masih belum sempat melakukan apa yang saya janjikan kepada ibu saya. Mungkin ibu tidak mempermasalahkan karena tahu kondisi saya, tetapi dalam hati saya merasa sangat bersalah. Kapan lagi saya bisa bersama ibu saya dalam waktu yang lama. Banyak sekali yang sudah dilakukannya untuk saya, bahkan sebelum saya memasuki fase bernama mahasiswa.

Saya ingat omongan adik saya ketika saya pulang ke rumah setelah Ujian Akhir “Liburnya lama ya, lama dong di rumah?” Saya jawab sejujurnya bahwa saya hanya sebentar di rumah dengan alasan saya ada kegiatan di kampus dan tidak mungkin saya bolak-balik Karangasem-Bukit. Dengan ketus dia menjawab “Kok suka sekali menyibukkan diri, kalo libur ya libur.” Saya terdiam. Bahkan saya tidak sempat melihat adik saya berubah dari seorang anak menjadi remaja, yang saya tahu adik saya masih anak kecil dan saya masih tidak terima bahwa kini dia sudah lebih tinggi dari saya –bukan ini intinya- dan sudah menduduki bangku SMA, hingga sekarang ini saya masih saja tidak percaya bahwa saya punya seorang adik yang sudah SMA, sama seperti saya 3 tahun lalu, itulah yang dilalui adik saya sekarang ini. Saat percakapan terakhir itulah saat terlama saya berada di rumah selama menjadi mahasiswa, ya hanya 2 minggu. Dua minggu itu saya bayar dengan membatalkan acara yang ada hubungannya dengan kampus, saat itu memang saya dilema, tetapi saya memang harus memilih dan saat itu saya memilih rumah saya.

Ketika akhirnya dapat berbincang lama dengan ayah. Ternyata uban di rambut ayah semakin banyak, mengapa saya tidak menyadarinya. Ternyata setiap hari ayah merawat kebunnya yang hanya saya kunjungi sekali saja bahkan dipaksa oleh adik saya, tetapi karena merasa terpaksa saya kecelakaan di perjalanan ke kebun baru kita. Sungguh emosi saat itu, saya sempat mengatakan itulah kali pertama dan terakhir saya mengunjungi tempat itu. Walaupun ayah akhirnya tahu saya jatuh setelah sebulan dari peristiwa itu saya jadi menyesal telah mengatakan untuk tidak datang lagi ke tempat itu. Mangingat lepuh kulit ayah, uban yang mulai unjuk rasa, dan sakit yang pernah dilalui ayah, saya merasa bersalah. MUNGKIN SAYA AKAN KESANA LAGI, SUATU SAAT NANTI.

Saya rindu saat kemarin, saat saya belum tinggal jauh dari orang tua saya. Saat kita berempat saling menunggu untuk makan malam bersama-sama. Saat kita berada di rumah Tuhan bersama-sama dan saling mengingATkan agar tidak berisik. Saat natab bersama di hari raya Galungan, membiasu sama-sama saat hari raya Nyepi, dan tidur berempat di kamar ayah. Saya sangat merindukan itu, rindu saat dibangunkan ayah untuk pindah tidur saat terlelap di ruang tipi. Rindu ketika saya digendong karena ketiduran ketika saya masih kecil. Rindu ketika saya membela adik saya saat masih satu sekolah di sekolah dasar. Merindukan masa yang sudah lamaaaaa sekali saya lewati.
Apakah saya sudah bisa dikatakan dewasa? Rasanya belum.SAtu hal yang saya tdak sukai ketika pulang ke kampung adalah sorot aneh yang diperlihatkan kepada saya, sulit mengenal mereka, kalo saja dahulu saya memulainya dengan baik? Entahlah, kesalahan sudah berakar. Kelemahan saya saat itu adalah, saya sanagt sulit memulai di lingkungan baru bila dipertemukan dengan orang yang setipe seperti saya. Entahlah apa namanya yang jelas teman terbaik saya selama pulang adalah mamaaaaaaa.

Kapan saya bisa melihat senyum ketiganya beriringan seiring senyumku dengan semua yang kumiliki sekarang?

Mendengar suara ibu dan adik saya sore ini sungguh membuat saya merasa ada di rumah, walaupun pembicaraan itu hanya berlangsung empat menit karena saya tahu di rumah sedang banyak orang. Walaupun adik saya menyela dengan menanyakan PR-nya kepada saya tetapi saya mengatasiny adengan gaya saya sendiri, sungguh Dik saya tidak kejam sama kamu, saya Cuma pengen kamu berusaha, bukan mengandalkan saya seperti ketika saya mengerjakan PR Biologi dan Matematika kamu.

Bercerita kembali hari ini, setelah bertemu kawan.
Hmmm masa sekolah dulu, masa masih menjadi SISWA. Apa bedanya dengan sekarang? Saya rasa masih sama, masih menuntut ilmu kepada guru yang kini kita sebut sebagi dosen.
Kawan, ketika masih bersama dulu pernahkan berpikir untuk menjadi seperti ini. Memiliki masa depan masing-masing, hidup terpisah dari orang tua, berusaha sendiri membunuh rindu entah dengan kekasih, sahabat, bahkan musuh sekalipun.
Pernah saat kita merajut masa depan bersama, pernahkah terpikir seperti ini.
Kawan, bahkan saya sering melupakan ulang tahun kalian, bahkan saya pernah tidak ingat nama kalian. Padahal hanya setahun berlalu.
Sungguh aku rindu kalian kawan!

es ka pe

SKP?

aPAAN SIH ITU?

Kebenarannya skp tuh kayak imbalan atas apa yang telah kita kerjakan dalam suatu keikutsertaan sebagai panitia.. Hmmmmm bagus sih mekanismenya, tapiiiiiiiiiiiiiiiiii


Ada saja orang ta tahu diri yang memanfaatkan ini untuk mendapat imbalan cuma-cuma alias cuma nebeng nama doank (ngutip dari Kak Indah).Tipe-tipe orang seperti ini masih banyak yang bertebaran di sekitar kita, bahkan mungkin sangat dekat.

"Ada yang mau ikut panitia ini gak????"

Pasti yang daftar banyak...ada kalimat-kalimat mengatur di dalam kertas pendaftaran misalnya "saya mau jadi sie apa aja asal nggak sie acara", menurut saya ini sama saja memperhalus kalimat, "deuh saya nggak mau di bagian yang sibuk-sibuk. maunya yang gampang-gampang aja, yang penting dapet sk atau sertifikat" Jadi tujuan ikut kepanitiaan apa dong????????

Hal ini adalah hal yang cukup memprihatinkan. Kita seharusnya bisa menggunakan kesempatan kita ikut dalam suatu kepanitiaan sebagai ajang untuk melatih diri bersosialisasi dengan orang lain. Kalo loyalitas saja sudah tidak ada, untuk apa? Saat ada undangan rapat banyak sekali penulis skenario yang bertebaran..mulai dari alasan yang biasa aja sampe alasan yang nggak banget.

Balik lagi ke subsi (sie)...menurut saya nggak ada pekerjaan yang gampang, yang bisa kita lakukan sebagai pekerjanya adalah menyederhanakannya agar kita bisa melakukannya dengan baik dan mudah teteapi tetap pada koridor yang ada.

Ayolah...TEMAN-TEMAN kita semua ini sudah besar...nggak perlu lagi di-mandor...

terlalu banyak cerita

aku. sepertinya akan selalu bergelung dengan kisah ini. tentang kehilangan dan tentang sesutatu yang enggan kulupakan. seperti langit kemarin. mendung.

kadangkala ketika risau membimbingku untuk menangis lagi, yang kuharapkan cuma tempat berbagi. sudah lama sekali rasanya aku tidak berbagi pada orang lain.sudah lama tidak menangis di telepon hanya untuk becerita perlakuan orang-orang yang menyakitiku. sudah lama tidak bercerita. kurasa akau terlalu banyak mendengar.awal januari hingga halaman bulan januari sudah menutup, aku tidak berbagi, hanya sedikit cerita di saat aku mendengar orang lain.

titip rindu buat ayah

Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah hm...
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia

Ayah, dalam hening sepi kurindu
untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia
(song by :Ebiet G Ade)


*selalu suk amendengar lagu ini. membayangkan betapa semangatnya bapak untuk mendukungku, betapa semangatnya bapak berjuang untuk kami, aku, mama, adik. dan saudara yang sekiranya memerlukan bantuan Bapak.

Bapak selalu bisa menenangkan ketakutanku dan bapak selalu bisa meluruskan jalanku yang melnceng.
Bapak selalu mengajarkan aku tentang menghargai sesuatu, memaafkan, bersyukur, dan tidak sombong.
Bapak,teman diskusi yang selalu kurindukan ketika aku jauh.

catatan di balik diktat

sudah lama tidak berbenah, akhirnya membenahi kamarku dan isi rak buku...

akhirnya kutemukan awal dari puluhan note yang telah tercipta...

ini awal yang tidak seharusnya dia tau..


Hatiku berkabut karenamu. Setiap kita bertemu, kabut dalam hatimu semakin tebal. Karena setiap kali kita bertemu kamu hanya bicara tentangnya dan kabut dalam hatiku semakin menebal. Aku tdak ingin hatiku terlihat oleh mata yang terlanjur melihat orang lain. Aku ingin bicara terus terang padamu. Tapi hati yang penuh kabut ini menyangsikannya. Apakah ia akan terlihat karena kabutnya sudah terlalu tebal. Aku ingin melupakannya saja, namun tidak semudah itu. Karena perkataanmu, perasaanmu, pemikiranmu, senyummu dan tawamu adalah semua yang ada di dalam hati yang penuh kabut itu. Membuatnya lenyap adalah hal yang sangat berat.

Mungkin kita memang sudah disuratkan untuk tidak saling mengetahui hati kita masing-masing. Sementara kamu tidak tahu isi hatiku. Aku juga hanya bisa menerka hatimu. Hanya banyak pertanyaan. Ada apa dengan hatimu yang selalu menunjukkan perasaan tentang dia? aPAKAH aku salah jika hanya terdiam. Sorot matamu membungkam suaraku.

Hingga kini, apaapun yang terjadi padamu. hATIKU yang penuh kabut ini masih terisi penuh olehmu. Menunggumu. Menunggu hatimu terisi olehku.

-ree-

26 September 2008

*ketika harus siap tidak setiap saat melihatmu.

jika memang harus pulang..

sepertinya akan mengambil suatu keputusan yang sangat besar,


iya,

aku memang masih mencari alasan apa yang bisa membuat seperti ini.

Tapi semakin aku cari, aku tidak menemukan apa-apa...

tidak ada alasan, hanya kehilangan sebuah perasaan yang sangat berharga,..


Kehilangan cara untuk mecintai kamu sepenuh hati, kehilangan rasa yang membuat aku berlama-lama denganmu, kehilangan daya tarikmu..


Hingga kini, aku masih tetap berusaha untuk menjadi yang terbaik untukmu,...berusaha menengok ke arahmu...berusaha bertanya tentangmu,,

Tetapi semakin aku mendengar kabar tentangmu, aku jadi semakin sesak. Semakin lelah rasanya jalanku untuk menuju kamu, semakin berat saja langkah ini.


Mengapa harus ada perasaan tidak enak seperti ini. Mengapa harus merasa sangat bersalah padamu, padahal sudah jelas-jelas bahwa kamulah yang membuat aku tersiska, kamu yang ikut andil dalam semester 3 yang berntakan..





jika memang aku harus pulang, aku mungkin tidak kembali padamu. MUNGKIN aku akan kembali sisi yang lain saja,